(Sumber
Naskah : Pemda Kabupaten Karawang)
Bila kita melihat jauh ke belakang, ke masa Tarumanegara hingga lahirnya Kabupaten Karawang di Jawa Barat, Berturut-turut berlangsung suatu pemerintahan yang teratur, baik dalam system pemerintahan pusat (Ibu Kota). Pemegang kekuasaan yang berbeda, seperti Kerajaan Taruma Negara (375-618) Kerajaan Sunda (Awal Abad VIII-XVI). Termasuk pemerintahan Galuh, yang memisahkan diri dari kerajaan Taruma Negara, ataupun Kerajaan Sunda pada tahun 671 M. Kerajaan Sumedanglarang (1580-1608, Kasultanan Cirebon (1482 M) dan Kasultanan Banten ( Abad XV-XIX M).
Bila kita melihat jauh ke belakang, ke masa Tarumanegara hingga lahirnya Kabupaten Karawang di Jawa Barat, Berturut-turut berlangsung suatu pemerintahan yang teratur, baik dalam system pemerintahan pusat (Ibu Kota). Pemegang kekuasaan yang berbeda, seperti Kerajaan Taruma Negara (375-618) Kerajaan Sunda (Awal Abad VIII-XVI). Termasuk pemerintahan Galuh, yang memisahkan diri dari kerajaan Taruma Negara, ataupun Kerajaan Sunda pada tahun 671 M. Kerajaan Sumedanglarang (1580-1608, Kasultanan Cirebon (1482 M) dan Kasultanan Banten ( Abad XV-XIX M).
Sekitar Abad XV M, agama Islam masuk ke Karawang yang
dibawa oleh Ulama besar Syeikh Hasanudin bin Yusuf Idofi, dari
Champa, yang terkenal dengan
sebutan Syeikh Quro, sebab disamping ilmunya yang sangat tinggi, beliau merupakan seorang Hafidh Al-Quran yang bersuara merdu. Kemudian ajaran agama islam tersebut dilanjutkan penyebarannya oleh para Wali yang disebut Wali Sanga. Setelah Syeikh Quro Wafat, tidak diceritakan dimakamkan dimana. Hanya saja, yang ada dikampung Pulobata, Desa Pulokalapa, Kecamatan Lemahabang Wadas, Kabupaten Karawang, merupakan maqom (dimana Syech Quro pernah Tinggal).
sebutan Syeikh Quro, sebab disamping ilmunya yang sangat tinggi, beliau merupakan seorang Hafidh Al-Quran yang bersuara merdu. Kemudian ajaran agama islam tersebut dilanjutkan penyebarannya oleh para Wali yang disebut Wali Sanga. Setelah Syeikh Quro Wafat, tidak diceritakan dimakamkan dimana. Hanya saja, yang ada dikampung Pulobata, Desa Pulokalapa, Kecamatan Lemahabang Wadas, Kabupaten Karawang, merupakan maqom (dimana Syech Quro pernah Tinggal).
Pada masa itu daerah Karawang sebagian besar masih
merupakan hutan belantara dan berawa-rawa. Hal ini menjadikan apabila Karawang
berasal dari bahasa Sunda. Ke-rawa-an artinya tempat berawa-rawa. Nama tersebut
sesuai dengan keadaan geografis Karawang yang berawa-rawa, bukti lain yang
dapat memperkuat pendapat tersebut. Selain sebagian rawa-rawa yang masih
tersisa saat ini, banyak nama tempat diawali dengan kata rawa, seperti :
Rawasari, Rawagede, Rawamerta, Rawagempol dan lain-lain.
Keberadaan daerah Karawang telah dikenal sejak
Kerajaan Pajajaran yang berpusat di daerah Bogor. Karena Karawang pada masa
itu, merupakan jalur lalu lintas yang sangat penting untuk menghubungkan
Kerajaan Pakuan Pajajaran denga Galuh Pakuan, yang Berpusat di Ciamis. Sumber
lain menyebutkan, bahwa buku-buku Portugis (Tahun 1512 dan 1522) menerangkan
bahwa : Pelabuhan-pelabuhan penting dari kerajaan Pajajaran adalah : “ CARAVAN
“ sekitar muara Citarum”, Yang disebut CARAVAN, dalam sumber tadi adalah daerah
Karawang, yang memang terletak sekitar Sungai Citarum.
Sejak dahulukala, bila orang-orang yang bepergian akan
melewati daerah-daerah rawa, untuk keamanan, mereka pergi berkafilah-kafilah
dengan menggunakan hewan seperti Kuda, Sapi, Kerbau atau, Keledai. Demikian
pula halnya yang mungkin terjadi pada zaman dahulu, kesatuan-kesatuan kafilah
dalam bahasa Portugis disebut “ CARAVAN ” yang berada disekitar muara Citarum
sampai menjorok agak ke pedalaman sehingga dikenal dengan sebutan “ CARAVAN “
yang kemudian berubah menjadi Karawang. Dari Pakuan Pajajaran ada sebuah jalan
yang dapat melalui Cileungsi atau Cibarusah, Warunggede, Tanjungpura, Karawang,
Cikao, Purwakarta, Rajagaluh Talaga, Kawali, dan berpusat di kerajaan Galuh
Pakuan di Ciamis dan Bojonggaluh.
Luas Kabupaten Karawang pada saat itu tidak sama
dengan luas Kabupaten Karawang masa sekarang. Pada saat itu Kabupaten Karawang
meliputi Bekasi, Subang, Purwakarta dan Karawang sendiri.
Setelah Kerajaan Pajajaran runtuh pada tahun 1579 M,
pada tahun 1580, berdiri Kerajaan Sumedanglarang, sebagai penerus Kerajaan
Pajajaran dengan Rajanya Prabu Geusan Ulun, Putera Ratu Pucuk Umum (Disebut
juga Pangeran Istri) dengan Pangeran Santri Keturunan Sunan Gunung Jati dari
Cirebon.
Kerajaan Islam Sumedanglarang pusat pemerintahannya di
Dayeuhluhur dengan membawahi Sumedang, Galuh, Limbangan, Sukakerta dan
Karawang. Pada tahun 1608 M, Prabu Geusan Ulum wafat digantikan oleh puteranya
Ranggagempol Kusumahdinata, putera Prabu Geusam Ulum dari istrinya Harisbaya,
keturunan Madura. Pada masa itu di Jawa Tengah telah berdiri Kerajaan Mataram
dengan Rajanya Sultan Agung (1613-1645), Salah satu cita-cita Sultan Agung pada
masa pemerintahannya adalah dapat menguasasi Pulau Jawa dan menguasai Kompeni
(Belanda) dari Batavia.
Rangggempol Kusumahdinata sebagai Raja Sumedanglarang
masih mempunyai hubungan keluarga dengan Sultan Agung dan mengajui kekuasaan
mataram. Maka pada tahun 1620, Ranggagempol Kusumahdinata menghadap ke Mataram
dan menyerahkan Kerajaan Sumdeanglarang dibawah naungan Kerajaan Mataram, Sejak
itu Sumedanglarang dikenal dengan sebutan “PRAYANGAN”. Ranggagempol
Kusumahdinata, oleh Sultan Agung diangkat menjadi Bupati Wadana untuk tanah
Sunda dengan batas-batas wilayah disebelah Timur Kali Cipamali, sebelah Barat
Kali Cisadane, dsebelah Utara Laut Jawa dan, disebelah Selatan Laut Kidul.
Karena Kerajaan Sumedanglarang ada di bawah naungan Kerajaan Mataram, maka dengan
sendirinya Karawang pun berada di bawah kekuasaan Mataram.
Pada Tahun 1624 Ranggagempol Kusumahdinata wafat;
dimakamkan di Bembem Yogyakarta. Sebagai penggantinya Sultan Agung mengangkat
Ranggagede, putra Prabu Geusan Ulun, dari istri Nyimas Gedeng Waru dari
Sumedang, Ranggagempol II, putra Ranggagempol Kusumahdinata yang mestinya
menerima Tahta Kerajaan. Merasa disisihkan dan sakit hati. Kemudian beliau
berangkat ke Banten, untuk meminta bantuan Sultan Banten, agar dapat menaklukan
Kerajaan Sumedanglarang. Dengan Imbalan apabila berhasil, maka seluruh wilayah
kekuasaan Sumedanglarang akan diserahkan kepada Sultan Banten. Sejak itu Banyak
tentara Banten yang dikirim ke Karawang terutama di sepanjang Sungai Citarum,
di bawah pimpinan Pangeran Pager Agung, dengan bermarkas di Udug-udug.
Pengiriman bala tentara Banten ke Karawang, dilakukan
Sultan Banten, bukan saja untuk memenuhi permintaan Ranggagempol II, tetapi
merupakan awal usaha Banten untuk menguasai Karawang sebagai persiapan merebut
kembali Pelabuhan Banten, yang telah dikuasai oleh Kompeni (Belanda) yaitu
Pelabuhan Sunda Kelapa.
Masuknya tentara Banten ke Karawang beritanya telah
sampai ke Mataram, pada tahun 1624 Sultan Agung mengutus Surengrono (Aria
Wirasaba) dari Mojo Agung Jawa Timur, untuk berangkat ke Karawang dengan
membawa 1000 prajurit dan keluarganya, dari Mataram melalui Banyumas dengan
tujuan untuk membebaskan Karawang dari pengaruh Banten. Mempersiapkan logistik
dengan membangun gudang-gudang beras dan meneliti rute penyerangan Mataram ke
Batavia.
Di Banyumas, Aria Surengrono meninggalkan 300 prajurit
dengan keluarganya untuk mempersiapkan Logistik dan penghubung ke Ibu kota
Mataram. Dari Banyumas perjalanan dilanjutkan dengan melalui jalur utara
melewato Tegal, Brebes, Cirebon, Indramayu dan Ciasem. Di Ciasem ditinggalkan
lagi 400 prajurit dengan keluarganya, kemudian perjalanan dilanjutkan lagi ke
Karawang.
Setibanya di Karawang, dengan sisa 300 prajurit dan
keluarganya, Aria Surengrono, menduga bahwa tentara Banten yang bermarkas di udug-udug,
mempunyai pertahanan yang sangat kuat, karena itu perlu di imbangi dengan
kekuatan yang memadai pula.
Langkah awal yang dilakukan Surengrono membentuk 3
(Tiga) Desa yaitu desa Waringinpitu (Telukjambe), Parakan Sapi (di Kecamatan
Pangkalan) yang kini telah terendam air Waduk Jatiluhur ) dan desa Adiarsa
(sekarang termasuk di Kecamatan Karawang, pusat kekuatan di desa Waringipitu.
Karena jauh dan sulitnya hubungan antara Karawang dan
Mataram, Aria Wirasaba belum sempat melaporkan tugas yang sedang dilaksanakan
Sultan Agung. Keadaan ini menjadikan Sultan Agung mempunyai anggapan bahwa
tugas yang diberikan kepada Aria Wirasaba gagal dilaksanakan.
Pengabdian Aria Wirasaba selanjutnya, lebih banyak
diarahkan kepada misi berikutnya yaitu menjadikan Karawang menjadi “lumbung
padi” sebagai persiapan rencana Sultan Agung menyerang Batavia, disamping
mencetak prajurit perang.
Di desa Adiarsa, sangat menonjol sekali perjuangan
keturunan Aria Wirasaba. Walaupun keturunan Aria Wirasaba oleh Belanda hanya
dianggap sebagai patih di bawah kedudukan Bupati dari keturunan Singaperbangsa,
tetapi ditinjau dari segi perjuangan melawan Belanda, pantas mendapat
penghargaan dan penghormatan.
Karena perlawanannya terhadap Belanda, akhirnya Aria
Wirasaba II ditangkap oleh Belanda dan ditembak mati di Batavia, Kuburannya ada
di Manggadua, di dekat Makam Pangeran Jayakarta.
Putra Kedua Aria Wirasaba, yang bernama Sacanagara
bergelar Aria Wirasaba III, berpendirian sama dengan Aria Wirasaba I dan II,
tidk mau tunduk pada Belanda, serta tidak meninggalkan misi sesepuhnya, yaitu
memajukan pertanian rakyat, irigasi dan syiar Islam.
Aria Wirasaba III meninggalkan kedudukannya sebagai
patih, karena dirasakannya hanya menjadi jalur untuk menekan rakyatnya. Setelah
wafat beliau dimakamkan di Kalipicung, termasuk desa Adiarsa sekarang.
KEMATIAN SINGAPERBANGSA
Kematian Singaperbangsa, juga lebih diakibatkan oleh
salah tafsir Raden Trunojoyo Bupati Panarukan yang memberontak Pemerintahan
Sunan Amangkurat I. Setelah Sultan Agung meninggal dalam usia 55 tahun Sunan
Amangkurat I sebagai Putera Mahkota dilantik menjadi Raja di Mataram. Sebagai
pengganti almarhum Ayahnya (Sultan Agung) Sunan Amangkurat I tidak seidiologi
dengan perjuangan Ayahnya Sunan Amangkurat I sangat otoriter dan kejam terhadap
rakyatnya.
Bahkan Istana Mataram dijadikan Mataram tempat untuk
mengeksekusi sekitar 300 ulama. Karena dianggap sebagai pembangkang ulama-ulama
pemimpin informal itu ditangkapi secara massal, termasuk Eyang dan Ayahnya
Trunojoyoyang mati ditangan Sunan Amangkurat I.
Selama memerintah Mataram, Sunan Amangkurat I lebih
berpihak kepada Kompeni, hal itu membuat rakyat Mataram marah besar. Tatkala
Raden Trunojoyo memberontak bersama tentaranya yang dipimpin Natananggala,
spontan mendapat dukungan dari semua pihak. Termasuk dari padepokan padepokan
Islam Makasar, yang dipimpin Kraeng Galesung.
Trunojoyo seorang pemuda yang gagah dan berani,
sehingga dalam waktu yang tidak terlalu lama, Pemerintahan Amangkurat I dapat
diruntuhkan. Kota Plered, Jawa Tengah sebagai pusat Pemerintahan Mataram dapat
dikuasai Trunojoyo. Sedangkan Sunan Amangkurat I melarikan diri menuju Batavia,
meminta bantuan Belanda, namun baru sampai di Tegalarum (Tegal) Sunan
Amangkurat I Meninggal. Namun sebelum meninggal, ia sempat melantik putranya
yakni Amangkurat II.
Amangkurat II sebagai Raja Mataram, perjuangannya juga
tidak sejalan denga Sultan Agung (Eyangnya), ia lebih cenderung meneruskan
perjuangan ayahnya yakni Sunan Amangkurat I yang bekerjasama dengan Belanda, Ia
tetap berusaha meminta bantuan Kompeni, Ia meloloskan diri ke Batavia lewat
Laut Utara.
Sementara perjuangan Aria Wirasaba dan keturunannya,
tetap konsisten terhadap perjuangan Sultan Agung terdahulu, bahwa Karawang
dijadikan lahan Pertanian Padi untuk memenuhi logistik persiapan menyerang
Batavia.
Namun Jika Masih ada sebagian generasi sekarang, masih
mempertanyakan nasib Aria Wirasaba, sebab kalau mengacu kepada Pelat Kuning
Kandang Sapi Besar, Pelantikan Wedana setingkat Bupati, antara Singaperbangsa
dan Aria Wirasaba, dilantik secara bersamaan. Saat itu Singaperbangsa sebagai
Bupati di Tanjungpura, sedangkan Aria Wirasaba Bupati Waringipitu. Tapi mengapa
kini Aria Wirasaba tidak masuk catatan Administratif Pemerintah Daerah
Kabupaten Karawang.
Perhatikan perkataan Hoofd-Regent (Bupati Kepala) dan
Tweeden-Regent (Bupati Kedua) memang datang dari Belanda, yang menyatakan bahwa
kedudukan Singaperbangsa lebih tinggi dari Aria Wirasaba. Sebaliknya kalau kita
perhatikan sumber kekuasaan yang diterima kedua Bupati itu, yaitu Piagam Pelat
Kuning Kandang Sapi Besar, yang ditulis Sultan Agung tanggal 10 bulan Mulud
Tahun Alip, sama sekali tidak menyebut yang satu lebih tinggi dari lainnya “
Tapi dalam menyikapi hal ini, kita pun harus lebih arif dan bijaksana, karena
setiap peristiwa memiliki situasi dan kondisi yang berbesa-beda itulah Sejarah
“ (Sumber Suhud Hidayat Dalam Buku Sejarah Karawang Versi Peruri Halaman
42-51).
Demi menjaga keselamatan, Wilayah Kerajaan Mataram di
sebelah Barat, pada tahun 1628 dan 1629 bala tentara kerajaan Mataram
diperintahkan Sultan Agung untuk melakukan penyerangan terhadap VOC (Belanda)
di Batavia Namun serangan ini gagal karena keadaan medan sangat berat
berjangkitnya Malaria dan kekurangan persediaan makanan.
Dari kegagalan itu, Sultan Agung menetapkan daerah
Karawang sebagai pusat Logistik, yang harus mempunyai pemerintahan sendiri dan
langsung berada dibawah pengawasan Mataram, dan harus dipimpin oleh seorang
pemimpin yang cakap dan ahli perang, mampu menggerakan masyarakat untuk membangun
pesawahan, guna mendukung pengadaan logistic dalam rencana penyerangan kembali
terhadap VOC (Belanda) di Batavia.
Pada tahun 1632, Sultan Agung mengutus kembali
Wiraperbangsa dari Galuh dengan membawa 1000 prajurit dan keluarganya menuju
Karawang tujuan pasukan yang dipimpin oleh Wiraperbangsa adalah membebaskan
Karawang dari pengaruh Banten, mempersiapkan logistik sebagai bahan persiapan
melakukan penyerangan kembali terhadap VOC (Belanda) di Batavia, sebagaimana
halnya tugas yang diberikan kepada Aria Wirasaba yang telah dianggap gagal.
Tugas yang diberikan kepada Wiraperbangsa dapat
dilaksanakan dengan baik dan hasilnya dilaporkan kepada Sultan Agung atas
keberhasilannya, Wiraperbangsa oleh Sultan Agung dianugerahi jabatan Wedana
(setingkat Bupati ) di Karawang dan diberi gelar Adipati Kertabumi III, serta
diberi hadiah sebilah keris yang bernama “KAROSINJANG”.Setelah penganugerahan
gelar tersebut yang dilakukan di Mataram, Wiraperbangsa bermaksud akan segera
kembali ke Karawang, namun sebelumnya beliau singgah dulu ke Galuh, untuk menjenguk
keluarganya. Atas takdir Ilahi beliau wafat di Galuh, jabatan Bupati di
Karawang, dilanjutkan oleh putranya yang bernama Raden Singaperbangsa dengan
gelar Adipati Kertabumi IV yang memerintah pada tahun 1633-1677, Tugas pokok
yang diemban Raden Adipati Singaperbangsa, mengusir VOC (Belanda) dengan
mendapat tambahan parjurit 2000 dan keluarganya, serta membangun pesawahan
untuk mendukung Logistik kebutuhan perang.
Hal itu tersirat dalam piagam Pelat Kuning Kandang
Sapi Gede yang bunyi lengkapnya adalah sebagai berikut : “ Panget Ingkang
piagem kanjeng ing Ki Rangga gede ing Sumedang kagadehaken ing Si astrawardana.
Mulane sun gadehi piagem, Sun Kongkon anggraksa kagengan dalem siti nagara
agung, kilen wates Cipamingkis, wetan wates Cilamaya, serta kon anunggoni
lumbung isine pun pari limang takes punjul tiga welas jait. Wodening pari
sinambut dening Ki Singaperbangsa, basakalatan anggrawahani piagem, lagi
lampahipun kiayi yudhabangsa kaping kalih Ki Wangsa Taruna, ingkang potusan
kanjeng dalem ambakta tata titi yang kalih ewu; dipunwadanahaken ing manira,
Sasangpun katampi dipunprenaharen ing Waringipitu ian ing Tanjungpura,
Anggraksa siti gung bongas kilen, Kala nulis piagem ing dina rebo tanggal ping
sapuluh sasi mulud tahun alif. Kang anulis piagemmanira anggaprana titi “.
Terjemahan dalam Bahasa Indonesia :
“Peringatan piagam raja kepada Ki Ranggagede di
Sumedang diserahkan kepada Si Astrawardana. Sebabnya maka saya serahi piagam
ialah karena saya berikan tugas menjaga tanah negara agung milik raja. Di sebelah
Barat berbatas Cipamingkis, disebelah Timur berbatas Cilamaya, serta saya
tugaskan menunggu lumbung berisi padi lima takes lebih tiga belas jahit. Adapun
padi tersebut diterima oleh Ki Singaperbangsa. Basakalatan yang menyaksikan
piagam dan lagi Kyai Yudhabangsa bersama Ki Wangsataruna yang diutus oleh raja
untuk pergi dengan membawa 2000 keluarga. Pimpinannya adalah Kiayi
Singaperbangsa serta Ki Wirasaba. Sesudah piagam diterima kemudian mereka
ditempatkan di Waringinpitu dan di Tanjungpura. Tugasnya adalah menjaga tanah
negara agung di sebelah Barat.
Piagan ini ditulis pada hari Rabu tanggal 10 bulan
mulud tahun alif. Yang menulis piagam ini ialah anggaprana, selesai.
Tanggal yang tercantum dalam piagam pelat kuningan
kandang sapi gede ditetapkan sebagai hari jadi Kabupaten Karawang berdasarkan
hasil penelitian panitia sejarah yang dibentuk dengan Surat Keputusan Bupati
Kepala Daerah Tingkat II Karawang nomor : 170/PEM/H/SK/1968 tanggal 1 Juni 1968
yang telah mengadakan penelitian dari pengkajian terhadap tulisan :
- Dr. Brandes dalam “ Tyds Taal-land En Volkenkunde “ XXVIII Halaman 352,355, menetapkan tahun 1633;
- Dr. R Asikin Wijayakusumah dalam ‘ Tyds Taal-land En Volkenkunde “ XXVIII 1937 AFL, 2 halaman 188-200 (Tyds Batavissc Genot Schap DL.77, 1037 halaman 178-205) menetapkan tahun 1633;
- Batu nisan makam panembahan Kiyai Singaperbangsa di Manggungjaya Kecamatan Cilamaya tertulis huruf latin 1633-1677;
- Babad Karawang yang ditulis oleh Mas Sutakarya menulis tahun 1633.
Hasil Penelitian dan pengkajian panitia tersebut
menetapkan bahwa hari jadi Kabupaten Karawang pada tanggal 10 rabi’ul awal
tahun 1043 H, atau bertepatan dengan tanggal 14 September 1633 M atau Rabu
tanggak 10 Mulud 1555 tahun jawa/saka.
SILSILAH KEPALA DAERAH KABUPATEN KARAWANG.
1. RADEN ADIPATI SINGAPERBANGSA (1633-1677)
Raden Adipati Singaperbangsa putra Wiraperbangsa dari
Galuh (Wilayah Kerjaaan Sumedanglarang) Bergelar Adipati Kertabumi IV. Pada
masa pemerintahan Raden Adipati Singaperbangsa, pusat pemerintahan Kabupaten
Karawang berada di Bunut Kertayasa. Sekarang termasuk wilayah Kelurahan
Karawang Kulon, Kecamatan Karawang Barat. Dalam melaksanakan tugasnya Raden
Adipati Singaperbangsa didampingi oleh Aria Wirasaba, yang pada saat itu oleh
kompeni disebut sebagai “ HET TWEEDE REGENT “, sedangkan Raden Adipati
Singaperbangsa sebagai “HOOFD REGENT”.Raden Adipati Singaperbangsa, wafat pada
tahun 1677, dimakamkan di Manggung Ciparage, Desa Manggung Jaya Kecamatan
Cilamaya Kulon. Raden Adipati Singaperbangsa, dikenal pula dengan sebuatn Kiai
Panembahan Singaperbangsa, atau Dalem Kalidaon atau disebut juga Eyang
AMnggung.
2. RADEN ANOM
WIRASUTA (1677-1721)
Raden Anom Wirasuta Putra raden Adipati Singaperbangsa
bergelar Adipati Panatayudha I.Beliau dilantik menjadi Bupati di Citaman
Pangkalan. Beliau setelah wafat, dimakamkam di Bojongmanggu Pangkalan, Karena
beliau dikenal pula dengan sebutan Panembahan Manggu.
3. RADEN JAYANEGARA
(1721-1731)
Raden Jayanegara adalah putra Anom Wirasuta, bergelar
Adipati Panatayudha II. Setela wafat beliau dimakamkan di Waru Tengah
Pangkalan. Karena itu beliau dikenal juga sebagai Panembahan Waru Tengah
4. RADEN SINGANAGARA
(1731-1752)
Raden Singanagara, putra Jayanegara, bergelar Raden
Aria Panatyudha III. Raden Singanagara dikenal juga dengan nama Raden
Martanegara. Setalh wafat dimakamkan di Waru Hilir, Pangkalan. Karena itu
beliau dikenal dengan Panembahan Waru Hilir. Pada tanggal 28 November 1994,
makam Raden Anom Wirasuta (Bupati Karawang ke-2), makam Raden Jayanegara
(Bupati Karawang ke-3) dan Raden Singanagara (Bupati Karawang ke-4) dipindahkan
ke Areal dekat makam Raden Adipati Singaperbangsa di Manggung Ciparage, Desa
Manggungjaya, Kecamatan Cilamaya Kulon.
5. RADEN MUHAMMAD SALEH
(1752-1786)
Raden Muhammad Saleh, putra Raden Singanagara,
bergelar Raden adipati Panatayudha IV. Raden Muhammad Saleh dikenal pula dengan
nama Raden Muhammad Zaenal Abidin atau Dalem Balon. Setelah wafat beliau
dimakamkan di Serambi Mesjid Agung Karawang. Karena itu Raden Muhammad Saleh
dikenal juga dengan sebutan Dalem Serambi. Pada tanggal 5 Januari 1994 Makam
Raden Muhammad Saleh dipindahkan juga kea real Manggung dekat dengan makam
Raden Adipati Singaperbangsa, di Manggung Ciparage, Desa Manggungjaya,
Kecamatan Cilamaya Kulon
6. RADEN SINGASARI
(1786-1809)
Raden Singasari, putra mantu Raden Muhammad Saleh,
bergelar Raden adipati Aria Singasari atau Pantayudha IV. Pada tahun 1809 Raden
Aria Singasari dialihtugaskan menjabat Bupati Brebes Jawa Tengah. Raden Adipati
Aria Singasari wafat pada tahun 1836 dan dimakamkan di Duro Kebon agung Jati
Barang, Brebes Jawa Tengah. Karena beliau dikenal juga dengan sebutan Dalem
Duro.
7. RADEN ARIA SASTRADIPURA (1809-1811)
Raden Aria Sastradipura, putra Raden Muhammad Saleh,
beliau ditugaskan sebagai Cutak (Demang) setingkat Patih dengan tugas pekerjaan
Bupati.
8. RADEN ADIPATI
SURYALAGA (1811-1813).
Raden Adipati Suryalaga, pada waktu kecil bernama
Raden Ema, beliau putra Sulung Raden Adipati Suryalaga, Bupati Sumedang
(1765-1783) Raden Suryalaga, adalah saudara misan dan menantu Pangeran Kornel,
yaitu Suami dan Putri Pangeran Kornel yang bernama Nyi Raden Ageng, Raden
Adipati Suryalaga wafat di Talun Sumedang. Karena itu beliau dikenal pula
dengan sebutan Dalem Talun.
9. RADEN ARIA SASTRADIPURA
(1831-1820)
Raden Aria Sastradipura, putra Muhammad Saleh ( Bupati
Karawang ke-5). Beliau untuk kedua kalinya ditugaskan sebagai Cutak di
Karawang, setelah yang pertama pada Periode tahun 1809-1811. Pada tahun 1813
Kabupaten Karawang dihapuskan, tetapi pada tahun 1821 dibentuk kembali dengan
pusat pemerintahan berkedudukan di Wanayasa, Purwakarta.
PARA BUPATI KARAWANG YANG BERKEDUDUKAN DI PURWAKARTA.
10.
RADEN ADIPATI SURYANATA (1821-1828)
Raden Adipati Suryanata, putra RAden Adipati Wiranata
Dalem Sepuh Bogor Keturunan Cikundul. Raden Adipati Suryanata Menikah dengan
Nyi Salamah, putrid Aria Sastradipura, (Bupati Karawang ke-9). Pada masa
Pemerintahan Raden Adipati Suryanata, kantor dipindahkan dari Karawang ke
Wanayasa (Purwakarta). Raden Adipati Suryanata wafat pada tahun 182 dimakamkan
di Nusa Situ Wanayasa, Purwakarta.
11. R. ADIPATI SURYAWINATA
(1828-1849)
Raden Suryawinata alias Raden Haji Muhammad Sirod,
putra Raden Adipati Wiranata Dalem Sepuh Bogor, (adik Raden Adipati Suryanata Bupati
Karawang yang memerintah tahun 1821-1828). Pada awal masa pemerintahan beliau,
pusat pemerintahan masih di Wanayasa, selama 2 tahun, dan pada tahun 1830,
pusat Pemerintahan dipindahkan dari Wanayasa ke Sindangkasih serta menamakan
daerah tersebut Purwakarta. Purwa artinya permulaan dan Karta, sama dengan
Ramai atau hidup, dengan demikian nama Purwakarta baru dikenal pada masa
pemerintahan Raden Adipati Suryawinata. Pada tahun 1849 Raden Adipati
Suryawinata dialihtugaskan menjadi Bupati Bogor hingga wafat tahun 1872. Raden
Adipati Suryawinata Dikenal pula dengan sebutan Dalem Solawat atau Dalem
Santri.
12. RADEN MUHAMMAD ENOH
(1849-1854)
Raden Muhammad Enoh, putar Dalem Aria Wiratanudatar
VI, bergelar Raden Sastranagara. Taden Muhammad Enoh, wafat pada tahun 1854 dan
dimakamkan di Masjid agung Purwakarta.
13. RADEN ADIPATI SUMADIPURA
(1854-1863).
Raden Adipati Sumadipura, putra Raden Adipati
Sastradipura (Bupati Karawang Ke-8) yang dilahirkan pada tahun 1814 dengan
sebutan lainnya Uyang Ajian, atau Dalem Sepuh. Raden Adipati Sumadipura,
bergelar Raden Tumenggung Aria Sastradiningrat I. Beliau yang membangun Pendopo
Kabupaten, Mesjid Agung dan Situ Buleud di Purwakarta. Raden Adipati
Sumadipura, wafat pada tahun 1863 di Purwakarta dan dimakamkan di Masjid Agung
Purwakarta.
14. RADEN ADIKUSUMNAH
(1863-1886)
Raden Adikusumah alias Apun Hasan, putra Uyang Ajian
yang bergelar Raden Adipati Sastradiningrat II. Beliau dilahirkan pada tahun
1837, wafat pada tahun 1886 dan, dimakamkan di Masjid Agung Purwakarta.
15. RADEN SURYAKUSUMAH (
1886-1911)
Raden Suryakusumah alias Apun Harun, putra Raden
Adikusumah, bergelar Raden Sastradiningrat III, Raden Suryakusunah, wafat pada
tahun 1935 dan dimakamkan di Masjid Agung Purwakarta.
16. RADEN TUMENGGUNG ARIA
GANDANAGARA (1911-1925)
Raden Tumenggung Aria Gandanagara, Adik Raden
Suryakusumah, bergelar Raden Adipati Sastradiningrat IV, Beliau juga dikenal
dengan sebutan Dalem Aria. Raden Tumenggung Aria Gandanagara wafat pada tahun
1940 dimakamkan di Masjid Agung Purwakarta.
17. RADEN ADIPATI SURYAMIHARJA
(1925-1942)
Raden Suryamiharja, putra Raden Rangga Haji Muhammad
Syafe’I asal Garut, bergelar Raden Adipati Songsong Kuning, Raden Adipati Aria
Suryamiharja, merupakan Bupati Karawang terakhir masa pendudukan Jepang.
18. RADEN PANDUWINATA
(1942-1945)
Raden Panduwinata dikenal pula dengan sebutan Raden
Kanjeng Pandu Suryadiningrat. Merupakan Bupati pada masa pendudukan Jepang.
PARA BUPATI KARAWANG YANG BERKEDUDUKAN DI SUBANG
19. Raden Juarsa (1945-1948)
Berhubung sedang bergejolaknya Revolusi, maka pada
masa Pemerintahan Raden Juarsa, Pusat Pemerintahan Kabupaten Karawang
dipindahkan dari Purwakarta ke Subang.
20 RADEN ATENG SURAPRAJA
DAN, R. MARTA (1948-1949)
Pada tahun 1948-1949 di Kabupaten Karawang ditunjuk
dua orang Bupati oleh dua Pemerintahan yang berbeda, yaitu,
- Radeng Ateng Surya Praja, adalah Bupati Karawang yang ditunjuk oleh Negara Pasundan (Bentuk Recomban).
- R. Marta adalah Bupati Karawang jaman Gerilya yang ditunjuk oleh Pimpinan Badan Pemerintahan Sipil Jawa Barat Bulan Oktober 1948.
PARA BUPATI KARAWANG YANG BERKEDUDUKAN KEMBALI DI
KARAWANG
21. R.M. HASAN SURYA SACA KUSUMAH
(1949-1950)
R.M. Surya Saca Kusumah, Bupati Karawang yang diangkat
oleh Republik Indonesia, Serikat (RIS) Sesuai dengan Undang-undang Nomor 14
tahun 1950 tentang pembentukan daerah Kabupaten di lingkungan Pemerintahan
Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat. Maka pada saat itu Kabupaten Karawang
terpisah dari Kabupaten Purwakarta, Ibukota Kabupaten Karawang adalah di
Karawang. Sedang Ibukota Purwakarta tetap di Kabupaten Subang. Dalam Sumber
lain dikatakan bahwa menurut Keputusan Wali Negeri Pasundan nomor 12 tanggal 29
Januari 1949. Kabupaten Karawang dibagi menjadi dua Bagian yaitu
Kabupaten Karawang Barat dan Kabupaten Karawang Timur (Kabupaten Purwakarta) di
Subang, Kabupaten Karawang Barat meliputi daerah kewedanan Karawang,
Rengasengklok, Cikampek, Cikarang, Tambun, dan Sarengseng. Sedangkan Kabupaten
Karawang Timur (Purwakarta) meliputi daerah kewedanan Subang, Ciasem,
Pamanukan, Sagalaherang dan Kewedanan Purwakarta.
22. RADEN RUBAYA (1950-1951)
Raden Rubaya putra Raden Suryanatamiharja, asal
Sumedang, yang menjabat Wedana Leles, di Garut. Raden Rubaya memegang jabatan
Bupati Karawang pada tahun 1950-1951.
23. MOH. TOHIR MANGKUDIJOYO
(1951-1960)
Moh Tohir Mangkudijoyo Putra Jaka, Asal Karanganyar -
Jawa Tengah, pada masa Pemerintahannya, Beliau didampingi oleh Kepala Daerah
Moh.Ali Muchtar, putra Cakrawiguna (Komis Pos Plered) asal Jatisari. Pada Tahun
1950 sampai 1959 Kabupaten mengalami tiga macam pergantian pemerintahan daerah.
PERTAMA; Pemerintahan Daerah Sementara, yang
berlangsung pada tanggal 30 Desember 1950 sampai dengan tanggal 22 September,
1956 yang terdiri atas.
- Dewan Perwakilan Rakyat Sementara (DPRS) sebagai unsur Legislatif diketuai oleh M. Sukarmawijaya.
- Dewan Pemerintahan Daerah Sementara (DPRS) sebagai Eksekutif. Diketuai oleh Moh. Tohir Mangkudijoyo, dengan Wakil Ketua Suhud Hidayat.
KEDUA; Pemerintah Daerah Peralihan yang berlangsung
tanggal 22 September 1956 – 23 Januari 1958, terdiri dari :
- Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Peralihan (DPRDP), sebagai unsure Legislatif, diketuai oleh A.Samosir Gultom.
- Dewan Pemerintahan Rakyat Daerah Peralihan (DPDP).sebagai unsure Eksekutif diketuai oleh Moh. Tohir Mangkudijoyo.
KETIGA; Pemerintahan Daerah
HAsil Pemilihan Umum tahun 1955 yang berlangsung dari
tanggal 25 Januari 1958 sampai dengan 20 Oktober 1959, terdiri dari:
- Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRDP) sebagai unsure Legislatif diketuai oleh Samosir Gultom.
- Dewan Pemerintahan Daerah (DPD) sebagai unsure Eksekutif diketuai oleh Moh. Tohir Mangkudijoyo.
24. LETKOL INF.H.HUSNI HAMID
(1960-1971)
Letnan Kolonel INF. H. Husni Hamid, putra ketiga haji
Abdul Hamid asal Cilegon Banten. Sebelum menjabat Bupati Kepala Daerah Tingkat
II Karawang Jabatan Beliau adalah Dandim 0604 Karawang.Berdasarkan Dekrit
Presiden tanggal 5 Juli 1959 dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1960,
Jabatan Bupati merangkap sebagai Kepala Daerah dan Ketua DPRD-GR, namun
peraturan tersebut dirubah lagi oleh undang-undang Nomor 19 tahun 1963, yang
menyatakan bahwa Jabatan Bupati tidak lagi merangkap sebagai ketua DPRD-GR,
pada periode tahun 1964-1968, Bupati Karawang Letnan Kolonel INF H.Husni Hamid,
didampingi Ketua DPRD-GR Kosim Suchuri, putra Haji Ahmad Sa’id. Letnan Kolonel
INF.Husni Hamid, wafat tahun 1980 dan dimakamkan di Cikutra Bandung, Pada masa
ini telah di mulai di laksanakan Pembangunan Kota Karawang sebelah Utara.
25. KOLONEL INF.SETIA
SYAMSI (1971-1976)
Kolonel INF, Setia Syamsi, putra E. Suparman asal
Bandung, dilahirkan pada tanggal 3 April 1926, Jabatan Beliau sebelum menjadi
Bupati Karawang, adalah Dan Dim 0604 Karawang (1964-1969) Kepala Staf. Brig.12
/ Guntur Dam, VI/Siliwangi di Cianjur (1969-1971).
26. KOLONEL INF. TATA SUWANTA
HADISAPUTRA (1976-1981)
Kolonel INF.Tata Suwanta Hadisaputra, putra Taslim
Kartajumena, asal Cirebon, dilahirkan di Bandung pada tanggal 23 April 1924,
Jabatan Beliau sebelum menjadi Bupati Kepala Daerah Tingkat II Karawang, adalah
Dan Dim Garut, kemudian dialihtugaskan ke Korem Tarumanegara di Garut, Anggota
DPRD TK I Jawa Barat, di Bandung. Kolonel INF. Tata Suwanta Hadisaputra sewaktu
menjabat Bupati Kepala Daerah Tk.II Karawang didampingi oleh Ketua DPRD Letnan
Kolonel INF R.H Jaja Abdullah sampai dengan tanggal 7 Juli 1977, Ketua DPRD
selanjutnya yang mendampingi Beliau mulai tanggal 26 Agustus 1977, adalah
Letnan Kolonel INF, Sujana Priyatna.
27. KOLONEL CPL. H. OPON
SOPANDJI (1981-1986)
Kolonel CPL. H. Opon Sopandji, putra Atmamiharja asal
Sukapura Tasikmalaya. Sebelum menjabat Bupati Kepala Daerah Tk.II Karawang
Beliau adalah sebagai Ketua DPRD Kabupaten Bogor, semasa menjabat Bupati Daerah
Tk.II Karawang, Kolonel CPL. H. Opon Sopandji didampingi oleh Ketua DPRD Letnan
Kolonel Inf. H. Sujana Priyatna.
28. KOLONEL CZI. H. SUMARNO
SURADI
Kolonel CZI. H. Sumarno Suradi, putra Suradi asal
Bandung. Sebelum menjabat Bupati Daerah Tingkat II Karawang. Beliau menjabat
sebagai Kepala Markas Pertahanan Wilayah Sipil (Kamawil) VIII Daerah Tingkat
Provinsi Jawa Barat. Selama menjabat Bupati Daerah Tingkat II Karawang, Kolonel
CZI. H. Sumarno Suradi, didampingi oleh Keua DPRD Kolonel Inf.H Sujana
Priyatna, sampai dengan tanggal 16 Juli 1992, Ketua DPRD yang mendampingi
beliau selanjutnya adalah Kolonel INF. H. Jamal Safiudin, yamg dilahirkan di
Bandung pada tanggal 16 Juli 1938.
29. KOLONEL INF. DRS DADANG S.
MUCHTAR
Kolonel INF, Drs H. Dadang S. Muchtar, putra RE.
Herman, asal Cirebon dilahirkan di Klangenan Cirebon pada tanggal 4 September
1952. Sebelum menjabat Bupati Kepala Daerah Tingkat II Karawang. Beliau
menjabat Asisten Logistik (Aslog) Kodam III Siliwangi (1996) dalam mengemban
tugasnya beliau didampingi oleh Ketua DPRD Kolonel INF. H. Jamal Safiudin
sampai dengan tanggal 3 Agustus 1999, kemudian yang mendampingi beliau adalah
Adjar Sujud Purwanto, putra A.S.Wagianto seorang pejuang 45 dari Cikampek .
Namun pada tanggal 21 Pebruari 2000, Kolonel INF, Drs. H. Dadang S. Muchtar
resmi berhenti dan kembali ke Mabes TNI.
30. PLT. RH. DAUD PRIATNA
SH.M.SI (2000)
R.H. Daud Priatna SH, M.Si. putra R. Khoesoe
Abdoelkohar, asal Pedes Karawang, lahir pada tanggal 29 Juli 1941. Berdasarkan
SK Menteri Dalam Negeri Nomor 131.32.055 tanggal 21 Pebruari 2000. Ditunjuk
disamping Tugas dan Jabatan Wakil Bupati, merangkap sebagai Sekwilda Tingkat II
Subang dan dalam mengemban tugasnya didampingi oleh Ketua DPRD Adjar Sujud
Purwanto.
31. LETKOL (PURN) ACHMAD
DADANG, PERIODE (2000-2005)
Letnan Kolonel (Purn) Achmad Dadang, putra Tjasban,
beliau putra daerah Karawang, Lahir pada tanggal 8 Agustus 1948, di Desa
Cikalong Cilamaya, dilantik sebagai Bupati Karawang pada tanggal 16 Desember
2000, oleh Gubernur R.Nuriana berdasarkan SK Mendagri dan Otonomi Daerah Nomor;
312.32.583 bersama Drs. H.D. Shalahudin Muftie, putra H. Jamil Bin Yusup, lahir
di Karawang pada tanggal 3 Nopember 1945, sebagai Wakil Bupati Karawang.
Sebelum menjabat Bupati Karawang beliau menjabat sebagai Dandim Aceh Timur
Langsa dan Ketua DPRD Tingkat II Aceh Timur Langsa. Dalam mengemban tugasnya
didampingi oleh Ketua DPRD Kabupaten Karawang Adjar Sujud Purwanto, dilanjutkan
oleh Slamet Djayusman, yang selanjutnya oleh H. Endi Warhendi
32. PLT. DRS. H.D. SHALAHUDIN
MUFTIE MSi, PERIODE NOPEMBER –
DESEMBER 2005
Drs. HD. Shalahudin Muftie, putra H. Jamil Bin Yusup,
lahir di Karawang pada tanggal 3 Nopember 1945. Berdasarkan Kepmendagri Nomor
131.32.1017 tahun 2005 melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Plt. Bupati
Karawang sampai dengan tanggal 15 Desember 2005.
33. Drs. DADANG S. MUCHTAR
PERIODE 2005-2010
Drs. H. Dadang S. Muchtar, putera RE. Herman asal
Cirebon, dilahirkan pada tanggal 4 September 1952 di Klangenan Cirebon. Kembali
memimpin Kabupaten Karawang hasil pilihan rakyat langsung pada Pilkada tahun
2005. Dilantik sebagai Bupati Karawang pada tanggal 16 Desember 2005 oleh
Gubernur Jawa Barat Drs. Danny Setiawan berdasarkan Kepmendagri Nomor
131.32.1035 tahun 2005, bersama Hj. Eli Amalia Priyatna,puteri Kolonel (Purn)
Sudjana Priyatna lagir di Garur pada tanggal 8 Nopember 1950. sebagai Wakil
Bupati Karawang berdasarkan Kepmendagri Nomor 131.32.1036 tahun 2005. Dalam
mengemban tugasnya didampingi oleh H. Endi Warhendi sebagai Ketua DPRD
Kabupaten Karawang periode tahun 2004-2009, dilanjutkan oleh Karda Wiranata,
SH. sebagai Ketua DPRD periode 2009-2014.
34. PLT. Ir. H. IMAN SUMANTRI,
PERIODE DESEMBER 2010
Ir. H. Iman Sumantri, putera Mayor (Purn) Ishak
Iskandar, lahir di Cimahi Bandung pada tanggal 15 Nopember 1956, dan berdasarkan
Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 131/Kep.1714-Pem-Um/2010, tanggal 15
Desember 2010 melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Pelaksana Tugas Bupati
Karawang dari tanggal 17 Desember sampai dengan 27 Desember 2010.
35. Drs. H. ADE SWARA, MH, PERIODE
2010-2015
Drs. H. Ade Swara, MH, putera H. Edi Suhendi,
dilahirkan di Ciamis pada tanggal 15 Juni 1960. Merupakan Bupati terpilih hasil
Pemilukada Kab. Karawang Tahun 2010. Dilantik Sebagai Bupati Karawang pada
tanggal 27 Desember 2010 oleh Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, berdasarkan
Kepmendagri Nomor 131.32-1067 tahun 2010 bersama dr. Cellica Nurachadiana,
puteri H. Deden Fuad N. lahir di Bandung pada tanggal 18 Juli 1980, sebagai
Wakil Bupati Karawang berdasarkan Kepmendagri Nomor 131.32-1068 tahun 2010.
Dalam mengemban tugasnya didampingi oleh Ketua DPRD Kabupaten Karawang Karda
Wiranata, SH dilanjutkan oleh Tono Bahtiar, SP.