Sumber : Wikipedia Search
Kata karawang muncul pada Naskah Bujangga Manik dari akhir abad ke-15 atau awal abad ke-16. Bujangga Manik menuliskan sebagai berikut:
Dalam bahasa Sunda, karawang mempunyai arti penuh dengan lubang. Bisa
jadi pada daerah Karawang zaman dulu banyak ditemui lubang.
Cornelis de Houtman, orang Belanda pertama yang
menginjakkan kakinya di pulau Jawa, pada tahun 1596 menuliskan adanya suatu tempat yang bernama Karawang sebagai berikut:
menginjakkan kakinya di pulau Jawa, pada tahun 1596 menuliskan adanya suatu tempat yang bernama Karawang sebagai berikut:
-
- Di tengah jalan antara Pamanukan dan Jayakarta, pada sebuah tanjung terletak Karawang.[3]
Meskipun ada sumber sejarah primer yaitu Naskah Bujangga Manik dan catatan dari Cornelis de Houtman yang menyebutkan kata Karawang, sebagian orang menyebutnya Kerawang adapula yang menyebut Krawang seperti yang ditulis dalam buku miracle sight west java yang diterbitkan oleh Provinsi Jawa Barat. Sedangkan dalam buku Sejarah Karawang yang ditulis oleh R. Tjetjep Soepriadi
disebutkan asal muasal kata tersebut, pertama berasal dari kata
'Karawaan' yang mengandung arti bahwa daerah ini banyak terdapat rawa,
hal ini dibuktikan dengan banyaknya daerah yang menggunakan kata rawa di
depannya seperti, Rawa Gabus, Rawa Monyet, Rawa Merta dan lain-lain. selain itu berasal dari kata Kera dan Uang
yang mengandung arti bahwa daerah ini dulunya merupakan habitat
binatang sejenis monyet yang kemudian berubah menjadi kota yang
menghasilkan uang, serta istilah lain yang berasal dari Belanda seperti Caravan dan lainnya.
Wilayah Karawang sudah sejak lama dihuni manusia. Peninggalan Situs Batujaya dan Situs Cibuaya menunjukkan pemukiman pada awal masa moderen yang mungkin mendahului masa Kerajaan Tarumanagara. Penduduk Karawang semula beragama Hindu dan wilayah ini berada di bawah kekuasaan Kerajaan Sunda. Setelah Kerajaan Sunda runtuh maka Karawang terbagi dua. Menurut Cerita Sajarah Banten, Sunan Gunungjati membagi Karawang menjadi dua bagian; sebelah timur masuk wilayah Cirebon dan sebelah barat menjadi wilayah Kesultanan Banten.[4] Agama Islam mulai dipeluk masyarakat setempat, pada masa Kerajaan Sunda, setelah seorang patron bernama Syekh Hasanudin bin Yusuf Idofi, konon dari Makkah, yang terkenal dengan sebutan "Syekh Quro", memberikan ajaran; yang kemudian dilanjutkan oleh murid-murid Wali Songo. Makam Syeikh Quro terletak di Pulobata, Kecamatan Lemahabang, Karawang.
Sebagai suatu daerah berpemerintahan sendiri tampaknya dimulai semenjak Karawang diduduki oleh Kesultanan Mataram, di bawah pimpinan Wiraperbangsa dari Sumedang Larang
tahun 1632. Kesuksesannya menempatkannya sebagai wedana pertama dengan
gelar Adipati Kertabumi III. Semenjak masa ini, sistem pertanian melalui
pengairan irigasi mulai dikembangkan di Karawang dan perlahan-lahan daerah ini menjadi daerah pusat penghasil beras utama di Pulau Jawa hingga akhir abad ke-20.
Selanjutnya, Karawang menjadi kabupaten dengan bupati pertama Raden Adipati Singaperbangsa
bergelar Kertabumi IV yang dilantik 14 September 1633. Tanggal ini
dinobatkan menjadi hari jadi Kabupaten Karawang. Selanjutnya, bupatinya
berturut-turut adalah R. Anom Wirasuta 1677-1721, R. Jayanegara (gelar
R.A Panatayuda II) 1721-1731, R. Martanegara (R. Singanagara dengan
gelar R. A Panatayuda III) 1731-1752, R. Mohamad Soleh (gelar R. A
Panatayuda IV) 1752-1786.[5] Pada rentang ini terjadi peralihan penguasa dari Mataram kepada VOC (Belanda).
Pada masa menjelang Kemerdekaan Indonesia, Kabupaten Karawang menyimpan banyak catatan sejarah. Rengasdengklok merupakan tempat disembunyikannya Soekarno dan Hatta oleh para pemuda Indonesia untuk secepatnya merumuskan naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 16 Agustus 1945.
Kabupaten Karawang juga menjadi inspirasi sastrawan Chairil Anwar menulis karya Antara Karawang-Bekasi
karena peristiwa pertempuran di daerah sewaktu pasukan dari Divisi
Siliwangi harus meninggalkan Bekasi menuju Karawang yang masih menjadi
daerah kekuasaan Republik.
Kecamatan Rengasdengklok
adalah daerah pertama milik Republik Indonesia yang gagah berani
mengibarkan bendera Merah Putih sebelum Proklamasi kemerdekaan Indonesia
di Gaungkan.[rujukan?] Oleh karena itu selain dikenal dengan sebutan Lumbung Padi
Karawang juga sering disebut sebagai Kota Pangkal Perjuangan. Di
Rengasdengklok didirikan sebuah monumen yang dibangun oleh masyarakat
sekitar, kemudian pada masa pemerintahan Megawati didirikan Tugu Kebulatan Tekad untuk mengenang sejarah Republik Indonesia.