16.17
0
Pada artikel yang lalu telah dibahas berkaitan Pendidikan Budi Pekerti, dimana peserta didik seharusnya dituntut untuk memiliki budi pekerti yang  luhur. Yang pada hakekatnya pintar dan terampil saja  hal itu tidak cukup untuk dimiliki siswa. Kenapa dikatakan demikian?", karena bagaimanapun kepandaian kalau tidak diimbangi perilaku yang baik, tidaklah menjadi sempurna, walaupun pada dasarnya kesempurnaan bukan milik manusia. 
Sebaliknya jika bangsa ini semua berperilaku yang baik tidaklah menjadi tuntutan orang itu harus cerdas memiliki suatu kompetensi yang berlebihan dalam melakukan aktivitas, karena dengan budi pekerti luhur orang lain bisa memahami dan menghargainya sepanjang tidak melakukan hal yang bertentangan dengan norma-norma kemanusiaan, agama dan hukum, asal saja ketika dibutuhkan mau belajar terampil dan bekerja keras tentu saja keinginan mensejahterakan dirinya bisa dinikmati.  
Artinya, ketika seseorang memiliki kepandaian dalam suatu keahlian atau kompetensi misalnya, tetapi tidak pernah tahu tentang tata moral, etika, norma sopan santun atau berkaitan norma-norma lain tentang budi pekerti, misalnya dengan keahlian dan kepandaiannya digunakan hal-hal yang tidak baik seperti korupsi, mencuri, berbuat curang, tidak menghargai pendapat orang lain,  jelas hal ini sangat bertentangan dengan cita-cita luhur bangsa Indonesia yang tertuang dalam UUD 1945. 
Bisa saja orang itu pandai keahliannya, tetapi perilakunya tidak bersikap toleransi berkaitan moral atau budi pekerti, bukankah ini sangat bertentangan dengan sikap berkepribadian bangsa Indonesia. 
Pada kenyataanya yang berkaitan etika atau budi pekerti luhur sangat jarang dimiliki seseorang, karena dalam kehidupan dewasa ini, tidak sedikit orang-orang melakukan perbuatan yang bertentangan dengan pendidikan budi pekerti ini. Contohnya, dalam pemberitaan di media massa atau elektronik tidak sedikit kasus-kasus yang terjadi yang berkaitan HAM, Norma Kesusilaan, Norma Hukum, Norma Agama dan Norma Etika. 
Dan ini menandakan bahwa mereka itu tidak puas dengan apa yang diterima dalam takdirnya, tetapi ketika mereka ingin merubah hidupnya justru jalan yang dilalui menyesatkan dirinya, dan ini dialami bukan oleh orang-orang kecil, mereka itu adalah orang-orang yang berkompeten dalam bidangnya, tetapi karena kurangnya menguasai tentang norma-norma kehidupan berkaitan moral atau akhlaq jelas berbagai kesuksesan itu tidaklah menjadi sempurna dalam peningkatan kualitas hidup, walau pada prinsipnya mereka mencapai keberhasilan dalam hidupnya tetapi pada akhirnya justru dengan kompentensi yang dimilikinya bisa menjerumuskan dirinya. Padahal mereka tahu dan sangat paham  tentang teori etika, norma-norma berkaitan budi pekerti, tetapi itu hanya dijadikan slogan belaka sedangkan dilaksanakan juga tidak atau bahkan melanggarnya. Nah, sekarang inilah saatnya pendidikan karakteristik perlu digojlok di sekolah-sekolah, baik itu pendidikan formal atau non-formal, yang berkaitan moral atau akhlak manusia sudah mulai diterapkan kepada siswa. 
Akhlak ini sangat penting untuk peserta didik, bukan saja dijadikan pengetahuan semata, akan tetapi justru yang harus diprioritaskan adalah pelaksanaan atau pengamalannya, teori tanpa praktek rasanya sangat tidak sesuai dengan slogan untuk menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya, itu hanya dibenak mereka. Apalagi dikaitkan dengan agama, islam misalnya ilmu tanpa amal itu tidak cukup dan ini bukan termasuk orang beriman, kebenaran itu bukan berarti tidak menjalankan kebiasaan buruk yang merugikan orang lain, keluarga dan negara, seperti mencuri, korupsi atau pergi ke tempat-tempat lokalisasi (maksiat) tetapi lebih jauh islam sudah menerapkan bahwa kebenaran yang hakiki itu dengan menjalankan segala perintah Allah seperti mengimani rukun iman dan melaksanakan rukun islam termasuk membiasakan melaksanakan shalat wajib 5 waktu dengan selalu berjamaah di mesjid, dan inilah tuntunan akhlak yang baik dari nabi Muhammad SAW serta menjauhi segala apa yang dilarang oleh Alloh SWT.  
Yang dewasa ini memang sudah terlihat jelas banyak manusia mengaku beragama tetapi dirinya cara beribadahnya setengah-setengah, artinya shalatnya jarang dan perbuatan maksiat itu masih dilaksanakan seperti masih mau pergi ke tempat-tempat kotor yang dianggap sarana hiburan (repressing) yang sudah menjadi kebiasaan seolah-olah tidak merasa berdosa kepada Tuhan dan tentang habluminallohnya diurutkan nomor berapa? inilah kebiasaan orang-orang liberal, yang selalu mengedepankan rasionalnya tanpa melihat setelah kehidupan di dunia itu mau kemana ataukah ingin menuntut usia sampai 100 atau 1000 tahun hidup di dunia, wah ini termasuk manusia hebat itu jarang terjadi. Kami kira menggodok karakteristik itu tidaklah teori yang diberikan tetapi yang lebih banyak adalah prakteknya, dan ini harus diawali oleh tenaga pendidik, guru atau ustadnya. 
Jika guru dan ustad melaksanakan sesuai perilaku yang baik, ini akan menjadi tauladan bagi peserta didik di sekolah dan menjadi contoh di masyarakat juga menjadi idaman keluarga yang memiliki tujuan hidup sakinah, mawaddah dan warohmah.